Cerita berikut adalah kisah nyata. Mungkin sebagian ada yang berkata, ”Ah.. klise kamu!”, tapi bisa jadi ada yang menganggukkan kepala dan berkomentar lugu,”Dongengnya boleh juga”. Apapun itu, menurutku ini sungguhan terjadi. Menurut Aku.
Namaku Nadila Kumali. Tidak ada kisah istimewa sebagai latar belakang penamaan itu. Pokoknya yang kuketahui, papa-mama tiba-tiba terinspirasi (dan jelas bukan suatu wangsit) kemudian memberi nama anak perempuan pertamanya seperti demikian. Bukan Nadira Kumala atau Nadia Komara atau.. Ah, sudahlah.
Aku adalah seorang istri dari seseorang yang kunikahi 1,5 tahun yang lalu. Aku juga seorang perempuan berkarir. Tidak hanya bekerja, namun benar-benar pada jenjang pekerjaan yang menapak ke atas dengan kompensasi yang layak. Pernikahan aku dengan suamiku (namanya Fahri) aman dan tidak mengalami suatu gonjangan apapun yang berarti, walau belum ada keturunan seperti yang diinginkan papa-mamaku, ayah-bunda Fahri. Kami berdua masih sangat santai terhadap hal ini. Kami bercinta dengan hebat (selalu demikian), pada awal-awalnya hampir setiap saat, kemudian berkurang menjadi seminggu empat kali, seminggu tiga kali, seminggu dua kali, dan dua bulan terakhir, kami bercinta seminggu SATU kali. Tidak masalah bagiku. Bagi suamiku pun tidak.
Hanya ada sedikit perbedaan antara aku dan suamiku. Aku begitu bersemangat, sementara suamiku pemurung. Aku sangat mencintai hidup dengan penuh warna dan segala bentuk. Suamiku tidak. Bagi suamiku hidup cukup hanya hitam-putih dengan bentuk garis lurus, tanpa kurva, apalagi bentuk aneh-aneh (suamiku kesulitan menyebutkan bentuk geometris, kamus matematika suamiku sudah hilang). Suamiku memandang hidup 24 jam terlalu banyak dan berlebih. Tidak demikian dengan aku, yang hampir mengeluh setiap detiknya bahwa bahkan 27 jam pun masih sangat kurang. Saat itu aku merasa cemas dan hampa karena sedikit perbedaan itu ternyata sangat mengganggu. Apalagi masih sangat banyak jam-jam yang harus dihabiskan bersama suamiku.
Yang lainnya, suamiku dan aku baik-baik saja. Suamiku agak ideal. Setia. Mencintaiku. Menjagaku. Mengantar dan Menjemputku ketika bekerja. Memikirkan apakah aku puas ketika bercinta. Menjunjung kehormatan keluargaku. Semuanya baik-baik saja bahkan ketika tanggal 14 Oktober tahun lalu, aku bertemu dan jatuh cinta pada DIA, yang diperkenalkan oleh salah seorang rekanku. DIA. Nicko Pahlevi G. (G di belakang Pahlevi adalah nama keluarga, marga dari suatu suku, tidak perlulah disebutkan disini).
Nicko adalah seseorang yang begitu Aku. Terutama karena DIA begitu bersemangat. Terutama karena caranya memandang hidup sebagai sesuatu yang warna-warni dan terutama bahwa bahkan 27 jam sehari pun baginya masih sangat kurang (kalimatnya sama persis seperti ketika aku berkata!!). Lainnya biasa-biasa saja karena aku seperti mengenal diri yang kurasuki selama 27 tahun. Sangat biasa. Namun kesangat-biasaan ini lah yang membuat semuanya bergulir. Semua yang berjudul perselingkuhan.
Pertama hanya dari kalimat-kalimat mesra dan gambar-gambar keadaan diri yang tercurah melalui handphone kami. SMS yang tercatat sebagai SMS pertamanya terasa sangat Aku. Ekspresif. Nakal. “Dila, aku tau kmu dah nikah. Tapi aku tetep blh sms utk berkata aku rindu kmu kan? ;p”. Kemudian SMS-SMS dan MMS-MMS (lama-lama, jadi “emes-emes” deh) lainnya. “Dila dah makan? Aku gi lunch ma anak-anak niy”, SMSnya suatu kali yang kemudian disusul MMS bergambar nasi timbel yang dijual di ujung jalan dekat kantornya. Dan lain-lainnya. Dan lain-lainnya.
Aku pun membalasnya. Seperti bertemu teman lama yang akrab sekali. Kemudian dimulai pertemuan pertama setelah hubungan rahasia kami melalui HP. Waktu itu aku minta izin suamiku untuk pergi dengan DIA. Tidak ada pikiran negatif di kepala suamiku (Oh, betapa lugunya suamiku! Betapa berdosanya aku!). Aku dan DIA makan malam dan bersentuhan jari. Zziinngg.. Rasanya seperti menyentuh sesuatu yang telah lama kurindukan dan memberi energi bermiliar-miliar-miliar-miliar kalori hingga laksana aku mampu mengelilingi dunia tanpa henti. Begitulah rasanya sehingga membuatku selalu ingin menyentuh DIA, mengambil energi yang tampaknya memang hakku untuk memilikinya. Ternyata tidak hanya ‘begitu’ saja. Aku memelihara kalimat-kalimatnya, tatapan-tatapannya, sentuhan-sentuhannya, dalam seluruh diriku. Kemudian aku menginginkan pelukan-pelukannya dan ciuman-ciumannya menjadi nyata. Dan ketika aku mendapatkan yang kuinginkan, ternyata DIA menginginkan lebih. Laki-laki. Dimana-mana sama. Perempuan, setidaknya yang kukenal, tidak menuntut seks ketika mencintai. Tetapi laki-laki tidak. DIA tidak. DIA menginginkan seks. Sesuatu yang semula sangat kuhindari, karena menjaga keterikatan aku dengan suamiku, ternyata diinginkan oleh DIA.
Begitulah DIA ketika menjadi seseorang yang sangat kubenci, sekaligus kucintai. DIA tidak lagi seperti Aku, tapi juga sangat Aku. Dan hari-hari ku tidak lagi murung seperti yang sering kurasa ketika berdekatan dengan suamiku. Hari-hariku over semangat tapi juga penuh dendam. Dan aku pun tidak bisa melepaskannya. Satu bulan. Dua bulan. Tiga bulan. Empat bulan. Lima bulan. Dan setengah tahunlah sudah. Suamiku tidak pernah mengetahui dan menduganya. Waktu yang dimiliki suamiku sangat banyak dan begitu terlenanya suamiku akan itu sehingga tidak sempat mengecek HPku, atau menaruh curiga ketika aku makan, nonton, dan sesekali bermalam bersama teman-teman yang sesungguhnya bukan temanku. Karena mereka adalah teman DIA. Karena aku bersama DIA.
Dan akupun terlambat menstruasi. Kelaminku pun begitu perih. Kuduga TUHAN, ALLAH sang PENGUASA, meletakkah adzabnya sudah.
“Nicko, aku ‘telat’. Suamiku msh di Dps. Trainingnya kan 1 bln. Jd pasti ini pny kmu. Aku hrs gmn? Ituku jg perih. Aku takut.”
“Say, aku bsk brkt k Tj Balai, plg Senin. Kita bicarain Senin malam. Selasa kita k dktr ya. Btw, qo kmu jd kayak anak kecil? Bukannya sdh pengalaman? ;p ”
“Nicko, aku serius. Ini baru yang pertama. Kmu ada dmn? Aku telp ya?”
“Aku gi meeting, syg.. Ntr kutelp. Tenang ya say..”
Dan menghilang lah DIA. Hanya lima hari memang. Hanya sampai Rabu minggu depannya. Tidak menepati janjinya. Saat-saat itu bagiku sangat menekan. Aku, yang dijuluki Xena, yang tidak membiarkan apapun merusak ritme kerjaku, akhirnya malah menjadi orang paling tidak bertanggung jawab. Aku lebih membenci DIA, dan mencintai DIA lebih sedikit dari sebelumnya (maaf kepada Arundhati, kupinjam istilah ini).
Hari Rabu. 11:45 waktu HP-ku.
“Say.. aku br pulang neh. Apa kbr?”
Tidak kubalas. Tidak berharga untuk dibalas.
“Marah ya? Sori, chargerku ketinggalan jadi ga bisa ngabarin kmu, syg..”
Masih tidak berharga untuk dibalas.
“Kl aku nelp kmu, akan diangkat ga? Aku mo cerita nih. Kmrn aku ktm cw yang dijodohin ma keluargaku. Dia seiman & satu suku. Aku jd berpikir, wl aku sangat mencintaimu, kita ga punya masa depan, jadi knp ga aku terima saja cw ini. Dua tahun lagi aku 40. Smua dah pny kec istri dan anak2. Menurut kmu gmn?”
Bajingan. Kurang ajar. Ini baru perlu balasan. Bukan, pembalasan. Maka jariku bergerak sangat cepat.
“Nicko, kmrn2 aku stgh mati ketakutan & cemas. Aku butuh teman bicara. Aku mencari dokter yang tidak mengenal aku dan menuliskan Ny. Nicko P.G sebagai namaku. Kerjaanku terganggu semuanya. Dan kmu bertanya pendapatku ttg cw itu?!? Kmu TIDAK PUNYA nurani & otak. STUPID.”
Dan begitulah hubunganku dengan DIA berakhir pada masa itu. DIA masih berusaha menghubungiku dengan menelpon atau mengirimkan SMSnya. Tapi DIA sungguh-sungguh tidak berharga. Hanya laki-laki yang memasukkan ‘anu’nya yang besar ke dalam ‘itu’ku. Merasa sudah mampu mencinta hanya karena tidak melakukan hubungan seksual pada orang lain. Untung, aku tidak terkena sakit kelamin.
Kemudian begitu suamiku pulang dari Denpasar, kuceritakan bahwa aku berselingkuh. Tidak dengan detilnya. Tidak dengan pengakuan seluruhnya apa-apa yang kulakukan bersama DIA. Tidak juga dengan peristiwa SMS STUPID itu. Hanya kukatakan aku jatuh cinta pada orang lain. Aku minta diceraikan dan diceraikanlah aku dengan cara yang sangat terhormat hingga seringkali aku menangis mengingat suamiku yang bodoh, tapi ternyata tidak lebih bodoh dari DIA, namun sangat baik hati. Suamiku yang tidak terlalu mempermasalahkan ketika kami tidak kunjung punya anak. Kami berdua masih sangat santai terhadap hal ini (waktu itu). Dahulu kami bercinta dengan hebat (selalu demikian) pada awal-awalnya hampir setiap saat, kemudian berkurang menjadi seminggu empat kali, seminggu tiga kali, seminggu dua kali, dan dua bulan terakhir, kami bercinta seminggu SATU kali. Tidak masalah bagiku. Bagi suamiku pun tidak. Tidak saat sebelum bertemu dengan DIA.
Delapan bulan setelah peristiwa SMS STUPID, ada undangan di meja ruangan kantorku. Tertuju untuk “OUR LOVELY FRIEND: NADILA KUMALI”. Akan menikah Nicko Pahlevi G dengan Silvina Theresia P. Pemberkatan pernikahan tanggal 7 Desember.. dan seterusnya.. dan seterusnya.. Baik, kali ini hubunganku dengan DIA benar-benar akan kusudahi, setelah…
---
Perempuan itu sedang menandatangani kuintansi pembayaran kedua dari catering yang akan menyajikan makanan di pernikahannya ketika melihat amplop coklat yang terselip dalam tumpukan koran kemarin. Dibukanya geram, rasanya ini adalah jawaban atas ketakutan tidak jelas yang dialami tunangannya selama ini. Isinya selembar surat keterangan dokter. Pemeriksaan tanggal 27 April 2004. Pasien Ny. Nicko P.G. Hasil: Positif Hamil.
---
Laki-laki yang sedang main golf itu terhenyak tiba-tiba dan ia gagal mencapai PAR untuk hole 7 nya. Ia lupa mematikan handphone yang sialnya bergetar di saat yang tidak tepat. Entah kenapa ia tahu bahwa tidak boleh ada sedetikpun waktu digunakan untuk menunda dirinya dari membaca SMS yang baru saja masuk. Persetan dengan turnamen golf!
“Say, aku br saja mengirimkan hsl tes dokter waktu itu k Silvi. Mgk dia sdh terima. Kmu tau, bisa jadi hari kmu nikah dg hari ANAKKU lahir berbarengan ya? “
Dan, menjadi mengertilah laki-laki itu bagaimana bencinya perempuan yang mengirimnya SMS ketika dahulu hanya dipanggil “Say” dan bukan “Sayang” (seperti kamu ngomong ke sekretaris kamu saja, bela perempuan yang sangat Aku tapi tidak seperti Aku); pahamlah ia ketika perempuan, yang ternyata baru disadari lebih dicintainya dari apapun di dunia ini, merasa marah dan terluka ketika laki-laki itu tidak ada di sisinya. Perempuan itu mengandung anak dari laki-laki yang sedang bermain golf di hole ke 7. Nadila mengandung anak dari Nicko.
---
“Bahkan ular berbisa yang sekaratpun masih bisa membahayakanmu”, tulisku pada halaman pertama buku mengenai BAYI yang baru saja kubeli. Sayangnya, aku tidak sekarat, Nicko. Dan gigitanku, walau tidak terlalu dalam, namun cukup berbisa.
Kutambahkan pada bagian bawah halaman pertama buku,
“With love, Mom.”
Anakku akan mendapatkan hadiah pertamanya sebuah pelajaran, bahwa CINTA seringkali bersanding dengan PEMBALASAN.
--
Hehehe.. tamat deh.
July 28th 04, 1:07am
No comments:
Post a Comment